Kasundaan,Bambu dan LSM Laskar Padjadjaran





MAKNA KASUNDAAN,BAMBU DAN 
LSM LASKAR PADJADJARAN

Markas DPP LSM Laskar Padjadjaran bogor



Pada mitologi masyarakat Sunda, awi berarti ilmu asal mula kehidupan orang Sunda. Huruf A berarti ilmu, W berarti wiwitan (asal mula), dan I berarti ingsun medal (kehidupan). Jadi, jika didefinisikan seluruhnya menjadi ilmu asal mula kehidupan orang Sunda.
Pada awalnya dalam bahasa Sunda nama bambu disebut lengka, kirisik, bitung, atau buluh. Seiring dengan perubahan zaman, lengka dan buluh disebut  ‘Awi’ (bambu), Awi sebagai tumbuhan memiliki nilai fisik yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, di samping itu, bambu bagi masyarakat Sunda memiliki nilai filosofis yang dalam, memiliki nilai magis, dan memiliki daya pikat dan ikat sehingga banyak dijadikan perlambang atau simbol-simbol kehidupan. Hal itu dapat dibuktikan dalam kehidupan masyarakat Sunda di daerah-daerah pedesaan yang belum terkontaminasi oleh arus era kesejagatan.
Sejalan dengan dengan nilai-nilai filosofis bambu bagi masyarakat sunda, di gambarkan pula oleh salah satu tokoh bambu dunia “Wolfgang Ebertz”,
No matter what country we are from,
No matter what religion we belong to,
No matter what colour skin has,
No matter what political system we belong to,
Bamboo is our friends and, therefore we are all friend .
Gambaran diatas adalah bagaimana kehebatan awi atau bambu (bahasa : Indonesia) yang mampu mempersatukan seluruh manusia tanpa melihat latar belakang, dari mana asal, agama yang dianutnya, warna kulit, politik yang dipahaminya, sehingga bambu menjadi alat pemersatu yang cukup tangguh.
Mengingat kelahiran LSM Laskar Padjadjaran di Kabupaten Bogor ini merupakan salah satu bagian dari upaya memperkuat partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka sangat diperlukan  bagi  LSM Laskar Padjadjaran untuk mencoba menjadikan adat budaya warisan leluhur sunda” yang tidak bertentangan dengan agama” dan  alam sebagai salah satu  maha guru yang yang terbaik untuk belajar, “ bagi  LSM Laskar Padjadjaran,budaya kasundaan dan bambu banyak menyiratkan makna filosofis.
I.                KASUNDAAN . Selain agama yang dijadikan pandangan hidup, orang Sunda juga mempunyai pandangan hidup yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Pandangan hidup tersebut tidak bertentangan dengan agama yang dianutnya karena secara tersurat dan tersirat dikandung juga dalam ajaran agamanya, khususnya ajaran agama Islam. Orang Sunda meyakini bahwa memiliki etos atau karakter Kasundaan, sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (cerdas). Karakter ini telah dijalankan oleh masyarakat yang bermukim di Jawa bagian barat sejak zaman kerajaan Kerajaan Salakanagara, Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sunda-Galuh, Kerajaan Pajajaran hingga sekarang.
Hubungan antara manusia dengan sesama manusia dalam masyarakat Sunda pada dasarnya harus dilandasi oleh sikap “silih asih, silih asah, dan silih asuh”, artinya harus saling mengasihi, saling mengasah atau mengajari, dan saling mengasuh sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang diwarnai keakraban, kerukunan, kedamaian, ketentraman, dan kekeluargaan, seperti tampak pada ungkapan-ungkapan berikut ini:
  • Kawas gula jeung peueut yang artinya hidup harus rukun saling menyayangi, tidak pernah berselisih.
  • Ulah marebutkeun balung tanpa eusi yang artinya jangan memperebutkan perkara yang tidak ada gunanya.
  • Ulah ngaliarkeun taleus ateul yang artinya jangan menyebarkan perkara yang dapat menimbulkan keburukan atau keresahan.
  • Ulah nyolok mata buncelik yang artinya jangan berbuat sesuatu di hadapan orang lain dengan maksud mempermalukan.
  • Buruk-buruk papan jati yang artinya berapapun besar kesalahan saudara atau sahabat, mereka tetap saudara kita, orang tua tentu dapat mengampuninya
Hubungan antara manusia dengan negara dan bangsanya, menurut pandangan hidup orang Sunda, hendaknya didasari oleh sikap yang menjunjung tinggi hukum, membela negara, dan menyuarakan hati nurani rakyat. Pada dasarnya, tujuan hukum yang berupa hasrat untuk mengembalikan rasa keadilan, yang bersifat menjaga keadaan, dan menjaga solidaritas sosial dalam masyarakat. Masalah ini dalam masyarakat Sunda terpancar dalam ungkapan-ungkapan:
  • Kudu nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara, mupakat ka balarea (harus menjunjung tinggi hukum, berpijak kepada ketentuan negara, dan bermufakat kepada kehendak rakyat.
  • Bengkung ngariung bongkok ngaronyok (bersama-sama dalam suka dan duka).
  • Nyuhunkeun bobot pangayon timbang taraju (memohon pertimbangan dan kebijaksanaan yang seadil-adilnya, memohon ampun)
II.             BAMBU. Bambu ketika mulai akan tumbuh hanya terlihat pucuk daunnya dan beberapa bonggol kecil yang kemudian dengan perlahan meninggi, bambu belum menampakkan pertumbuhannya yang penting, padahal  pada saat itulah, akar-akar bambu tumbuh subur dan dengan akar-akar itu  pula pada dasarnya bambu sedang membangun  fondasi,  kemudian setelah pertumbuhan akarnya selesai, barulah batang bambu akan muncul. Tumbuh, menjulang ke atas langit. “  makna dari cara tumbuh bambu, jika kita simak memiliki arti filosofis”
 Pertama, bahwa  untuk memperoleh kesuksesan, tidak ada jalan lain selain ketekunan dan kegigihan dalam berusaha. Artinya kita  harus terus  berproses untuk berjuang, proses perjuangan  itu sarat dengan kerja keras, keringat, dan penderitaan. Filosofi bambu ini mengajarkan kita untuk setia menanam dan merawat, dan hasilnya tidak harus akan langsung kelihatan Tetapi, selama kita terus maju dengan gigih dan berusaha, pada saatnya kita akan memetik hasilnya. Persis seperti suatu kata bijak, orang yang pergi ke ladang dengan cucuran air mata akan pulang bersama hasil panennya dengan sorak-sorai. Intinya, tidak ada kesuksesan sejati tanpa perjuangan.
Pelajaran kedua dari bambu adalah soal karakter dan cara hidupnya, “Bambu juga mengajari kita soal fleksibilitas”.  Jarang, kita menyaksikan bambu roboh di tengah tumbangnya pohon-pohon lain akibat serangan angin kencang, bambu tetap kokoh tak bergeming. Selain karena akarnya yang kuat, juga batangnya yang bergoyang bersama angin. Akibatnya, dalam cuaca dan angin kencang, pohon bambu bergoyang dan mengeluarkan desis suara, mengikuti irama angin. Tapi, tidak pernah tumbang. Sementara itu, pohon-pohon lain dengan batang lebih besar, justru tidak kuat menghadapi ganasnya angin. 
Kasundaan dan Bambu  adalah satu warisan budaya maupun  kearifan alam yang pantas guna  dijadikan salah satu falsafah  LSM laskar padjadjaran  untuk Berjaya dan tetap eksis pada masa akan datang dalam berjuang pada garis  terdepan untuk masyarakat,bangsa dan negara ini .Dengan semangat tersebut, diharapkan LSM Laskar Padjadjaran senantiasa dapat mengaktualisasikan tugas,peran dan fungsinya dengan tekad tetap memelihara sikap independensi dan integritasnya sebagai organisasi masyarakat sipil yang berpegang teguh dan berpihak kepada rakyat guna dapat terus mendorong terbukanya ruang publik yang lebih luas   bagi rakyat untuk dapat menyalurkan aspirasi secara demokratis dan bermartabat, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan demi tegaknya kedaulatan rakyat yang hakiki.
Oleh : ABU YAZID,S.IP