CSR BUKAN KEGIATAN PAMER KEBAJIKAN





Kini banyak perusahaan telah memiliki kegiatan sosial bukan hanya sekadar kegiatan Public Relation semata. Namun terkadang banyak perusahaan ingin melakukan cara termudah dalam menggunakan dana sosial yang mereka punya, dengan tidak mempertimbangkan aspek pemberdayaan sama sekali, bahkan membuat ketergantungan masyarakat penerima semakin kuat. Mereka seringkali melakukan kegiatan yang tidak memiliki dampak sosial yang signifikan, menyamarkan penjunjungan tinggi nilai kearifan lokal maupun prinsip ekoregion dan hanya mengejar seremonial belaka. Seperti dengan menyewa selebritas ternama, mengundang (istri) pejabat tinggi negara hanya untuk menandatanganani sebuah prasasti peresmian lewat  liputan media massa agar dapat dipamerkan secara luas.

Tetapi semestinya untuk saat ini seiring dengan amanah pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas serta transformasi perubahan pola-pola kegiatan dan akses masyarakat sipil dalam pelibatan langsung berbagai kegiatan.Sehingga pemerintah atau perusahaan harus   mengetahui secara mendalam tentang program yang dibiayai dari dana yang telah  dikucurkan. Orientasi pemberian bantuan sosial harus dilakukan revolusi, dengan cara membuat policy yang lebih diarahkan  dalam bentuk program-program pembanguan yang berkelanjutan (sustainable development) dan  jangan dibiarkan dana sosial (CSR) mengalir begitu saja tanpa diketahui kemana arah mengalirnya, untuk apa saja dana sosial dari perusahaan dimanfaatkan. Kalaupun masih ada perusahaan yang melakukan kegiatan dengan acara utama menandatangani prasasti atau pengguntingan pita, itupun harus  dilakukan setelah  di yakini betul bahwa dana yang di berikan benar-benar memberikan pengaruh yang besar bagi banyak orang.Dewasa ini masih banyak perusahaan ingin melakukan cara termudah dalam menggunakan dana sosial yang mereka punya, dengan tidak mempertimbangkan aspek pemberdayaan sama sekali, bahkan membuat ketergantungan masyarakat penerima semakin kuat. Perusahaan  seringkali melakukan kegiatan yang tidak memiliki pengaruh ekonomi yang besar dan hanya mengejar seremonia belaka dan liputan media massa yang luas.
Perusahaan seperti itu sesungguhnya sedang melakukan “pameran kebajikan”. Mereka seolah-olah telah peduli pada sesama, namun sesungguhnya tidak melakukan perubahan yang berarti karena dana sosial yang mereka miliki disalurkan hanya untuk program-program yang kecil sekali pengaruhnya pada perubahan di masyarakat, baik perubahan ekonomi maupun perubahan sosial, budaya ataupun politik sekalipun. Perusahaan tersebut misalnya hanya mengadakan program rutin ,berobat gratis, khitanan massal kepada ratusan orang, dan bantuan-bantuan dana atau material bangunan untuk pembangunan fisik lingkungan. Padahal justru pada kegiatan-kegiatan seperti ini memberikan peluang pada segelentir oknum untuk memanfaatkan situasi guna mengambil keuntungan sepihak dengan tidak mempertimbangkan efeknya.
Fakta membuktikan dan sudah menjadi rahasia umum bahwa penduduk sekitar daerah ekploitasi bentang alam yang dilakukan oleh sebagian industri pertambangan dan migas dipelbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, hidup dalam kemiskinan dan masih jauh dari semangat kesjahteraan. Tingginya angka kemiskinan warga setempat dalam wilayah industri pertambangan menjadi sebuah ironi tersendiri. Jika mengacu pada berbagai hasil survei membuktikan bahwa penduduk sekitar eksploitasi pertambangan justru menunjukan kantong-kantong kemiskinan yang krusial. Salah satu contoh yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah seperti pada wilayah-wilayah eksploitasi pertambangan semen PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk (PT. ITP) di Citeureup Kabupaten Bogor. Perlu dikaji lebih mendalam tentang keberadaan kehidupan masyarakatnya yang cenderung masih banyak berada dibawah garis kemiskinan.
Saat ini banyak hal yang bisa dilakukan oleh perusahaan untuk menjalankan CSR-nya, seiring dengan transformasi akses masyarakat dan perubahan pola kegiatan lemabaga-lembaga sosial kemasyarakatan, jadi perlu pula dipertimbangkan jika  perusahaan bekerja sama dengan pihak lain dalam hal ini lembaga sosial yang memiliki visi dan misi sejalan dengan mereka. Perusahaan yang memiliki komitmen pada bidang kesehatan dapat bekerja sama dengan lembaga sosial yang mengkhususkan pada bidang kesehatan. Jika ingin memiliki dampak pada ekonomi, maka dapat bekerja sama dengan lembaga yang khusus bergerak di kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat. Kerja sama itu dimungkinkan karena kini banyak dijumpai lembaga sosial yang bergerak khusus di bidang pendidikan, pengembangan ekonomi, atau kesehatan.
Pada kesempatan lain bisa saja lembaga sosial menawarkan kerja sama program bagi perusahaan yang sering mengadakan kegiatan yang bersifat pameran kebajikan. Tawaran itu bisa membantu mengubah programnya menjadi program yang lebih bermanfaat dan berkelanjutan. Misalnya, kegiatan khitanan massal dan pengobatan gratis menjadi layanan kesehatan rutin yang dilakukan dengan dukungan perusahaan tersebut. Sehingga perusahaan menjadi sangat dikenal sebagai pihak yang benar-benar memiliki komitmen pada kesehatan masyarakat, sementara kegiatan khitanan massal dan kegiatan seremonial lainnya masih tetap dapat dijalankan.
Oleh sebab itu, adalah penting bagi lembaga sosial untuk mengetahui apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh masyarakat, sebelum CSR dilaksanakan harus  dilakukan need assessment  sebagai masukan perusahaan, agar program-program yang mereka gulirkan benar-benar dirasakan manfaatnya dan benar-benar ditunggu oleh masyarakat setempat, dan bisa ditawarkan ke perusahaan. Akhirnya survei atas keinginan masyarakat menjadi penting dilakukan agar dana yang telah dikeluarkan tidak sia-sia dan menjadi mubazir karena belum lagi setahun program tersebut .
Oleh    :  ABU YAZID, S.IP dkk